Sabtu, 22 Desember 2007

MOTIVASI DALAM STRATEGI PEMBELAJARAN

ini dibuat Oleh: Zaenal Abidin
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta


Dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan adanya pendirian sebagai kebijakan idiologi yang mempunyai visi tertentu terhadap pendidikan. Kaitan dengan pendidikan secara bersamaan muncul permasalahan-permasalahan pendidikan yang perlu dicarikan pemecahannya. Permasalahan dalam pendidikan sangatlah komplek sehingga tidak cukup didekati dengan perspektif ilmu pengetahuan semata namun perlu di cari pemecahannya secara filosofis.

Imam Barnadib membagi aliran utama dalam filsafat diantaranya Naturalisme, Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Existensialisme dan Perennialisme.

Menurut Sumardi (2003) filsafat pendidikan tersebut di atas telah membuahkan dua model besar pendidikan yaitu Pendidikan tradisional (yang lebih banyak bersumber dari filsafat perennialisme, idealisme dan realisme) dan pendidikan progresif (yang bersumber dari filsafat experimentalisme dan existensialisme). Pendidikan tradisional merupakan proses transmisi pengetahuan, fakta/kenyataan yang ditemukan masa lalu. Anak tidak dilatih untuk menggunakan metode-metode subjektif menganalisis dunia, tetapi otak mereka diisi dengan pengetahuan untuk dikembangkan lebih lanjut (Gonzales, 1982, dalam Sumardi Pendidikan Progresif).

Sesuai dengan filsafat yang melandasinya kurikulum berisi fakta/temuan masa lalu, guru merupakan sumber utama materi dan pengelola sentral pembelajaran, siswa merupakan penerima pasif, kelas sangat terstruktur.

Pendidikan progresif yang diangkat dari filsafat prafonatis berpandangan bahwa nilai ditentukan oleh manfaat dan dalam pendidikan, manfaat harus dilihat pada peserta didik (Travers dan Rebore, 1987 dalam Sumardi).

Pendidikan progresif menekankan kepentingannya kebutuhan dari minat peserta didik, penguasaan pengetahuan fungsional melalui kegiatan pemecahan masalah dengan tujuan jelas kesempatan memadai untuk berekspresi dan keterlibatan dalam pengalaman kooperatif (Connel, 1987 dalam Sumardi) atau menurut Juiles dan Bandi, 1998, pendidikan progresif menekankan demokrasi pentingnya kegiatan kreatif dan bermakna kebutuhan riil peserta didik dan kaitan antara sekolah dengan masyarakat.

Berdasar pada uraian di atas persoalan pembelajaran atau kegiatan belajar di kelas terkadang dijumpainya gejala yang tidak seimbang dimana seorang guru atau dosen sekedar menyampaikan bahan perkuliahan atau mengajar tidak dilandasi kesadaran ingin memahamkan siswa - mahasiswa sehingga audience-siswa dan mahasiswa kurang respek dan tidak merespon dengan baik dan bisa terjadi seorang guru telah melaksanakan kegiatan belajar mengajar tidak bergairah. Hari-hari siswa hanya sebagai pendengar pasif tidak ada usaha melibatkan siswa/mahasiswa untuk aktif dengan diskusi, pemecahan masalah, reading guide (penutur baeaan), group resume (resume kelompok), guide teaching (pengajaran terbimbing), point - counter point (debat pendapat) atau everyone is teacher here (semua bisa jadi guru). Yang pada intinya pendekatan untuk mengaktifkan siswa-mahasiswa, sehingga model pembelajaran yang konvensional dan hanya dikuasai guru tidak terjadi lagi. Mestinya dalam era infonnasi ini guru bukanlah satu-satunya sumber belajar.

Menurut Romiszowski (1984), bahwa kinerja atau performance yang rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam dan luar mahasiswa. Faktor luar misalnya fasilitas belajar, cara mengajar dosen, sistem pemberian umpan balik dan sebagainya. Faktor dalam mahasiswa mencakup kecerdasan strategi belajar, motivasi dan sebagainya.

Proses belajar mengajar adalah suatu proses yang dengan sengaja di ciptakan untuk kepentingan siswa-mahasiswa, agar mahasiswa senang dan bergairah belajar, guru bemsaha menyediakan dan menggunakan semua potensi dan upaya.

Masalah motivasi adalah masalah/faktor yang penting bagi peserta didik. Apakah artinya anak didik - mahasiswa pergi sekolah/kuliah tanpa motivasi untuk belajar. Hanya saja tentang motivasi, memang sangat bervariasi dari segi tinggi rendahnya maupunjenisnya, macamnya, maka tugas guru adalah mengkondisikan potensi motive itu untuk terkonsentrasi pada belajar.

Istilah motivasi bisa di dapat dari bahasa latin movere yang berarti "menggerakkan". WS. Winkel berpendapat bahwa motivasi adalah penggerak yang telah menjadi aktif (Winkel, 1987:93). Sedangkan Donald (dalam Sumanto) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan (Sumanto, 1990). W. Podkowiki (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.

Adapun ungkapan motivasi terendah meningkat pada tingkatan yang tinggi oleh Abraham Maslow di antaranya, motivasi yang berakar pada kebutuhan untuk mewujudkan diri, ingin mengembangkan diri sesuai dengan bakat, hal-hal yang berhubungan dengan penambahan ilmu pengetahuan, status sosial dan perbuatan pribadi (Suardiman, 1991: 97).

Dari tingkatan di atas, maka motivasi itu merupakan kebutuhan untuk mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Maka penulis akan menginterpretasikan dari pandangan tentang tingkatan motif, yakni ada motif karena kebutuhan organis atau motif yang muncul fisiologis, hal ini berarti motif yang muncul dalam diri individu dan tingkatan motif berikutnya adalah motif yang muncul jika ada kondisi-kondisi dari luar peristiwa yang ada diluar individu menjadi sebab kebutuhan akan sesuatu.

Dengan adanya kebutuhan tersebut maka timbul motif dan selanjutnya akan melaksanakan perbuatan untuk memenuhi kebutuhan jika motif-motif yang ada dalam individu kuat maka ia akan giat melakukannya untuk memenuhi kebutuhan sebaliknya jika motif yang ada dalam individu lemah, ia kurang giat dalam memenuhi kebutuhanniya.

Berikut ini penalis kemukakan pendapat Nasution bahwa kebutuhan seseorang senantiasa berubah selama hidupnya. Suatu yang menarik dan diinginkan pada suatu saat tidak lagi diacuhkan pada saat lain, itulah sebabnya motif-motif harus selalu dipandang sebagai suatu yang dinamis (Nasution, 1982: 77).

Motif perlu diusahakan dalam kegiatan belajar, maka setiap pendidikan diharapkan berusaha untuk membangkitkan motif-motif dalam kegiatannya.

Sebagai contoh dalam studi yang dilakukan Fyans dan Maerh (1987) diantara 3 faktor yaitu latar belakang keluarga, kondisi/konteks sekolah dan motivasi, faktor yang terakhir merupakan prediktor yang paling baik untuk prestasi belajar. Walberg, dkk (1983) menyimpulkan bahwa motivasi mempunyai kontribusi antara 11 sampai 20 persen terhadap prestasi belajar. Studi yang dilakukan Suciati (1990) menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36 persen sedangkan Mc. Clelland, menunjukkan bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) mempunyai kontribusi 65 persen terhadap prestasi belajar.

Dari beberapa penelitian di atas kesimpulannya bahwa guru mempunyai wewenang untuk membangkitkan motif pada diri siswa/mahasiswa. Untuk berkonsentrasi mengikuti kuliah/belajar di kelas atau di luar sekaligus membangkitkan semangat belajar dalam mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

Keller telah menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, yang disebut sebagai model ARCS, Suciati, dkk (2001) maka setiap guru/dosen berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip motivasi di atas dalam proses pembelajaran, mengingat kunci untuk mengkondisikan siswa/mahasiswa dalam pembelajaran adalah guru/dosen.

Keempat kondisi motivasional tersebut dijelaskan sebagai berikut:

- Attention (perhatian)

- Relevance (relevansi)

- Confidence (kepercayaan diri)

- Satisfaction (kepuasan) Atau ARSC model.

Hal di atas sebagai model bagi guru/dosen untuk mendesain pembelajaran yang mampu membangkitkan semangat dalam belajar secara optimal.

Dalam hal cara-cara untuk memperkuat motif dalam hal perhatian siswa/mahasiswa, menurut Sumanto diantaranya :

1. Memperpadukan motif-motif yang ada.

2. Memperjelas tujuan yang hendak dicapai.

3. Meromuskan tujuan-tujuan sementara.

4. Merangsang pencapaian tujuan-tujuan sementara.

5. Membuat situasi persaingan diantara murid-

6. Persaingan diri sendiri.

7. Berikan pengetahuan tentang hasil karya yang telah dicapainya.

(Sumanto Wasty: 1990)

Syaiful Bahri Dg. (2002: 38) memberi cara dalam usaha membangkitkan gairah belajar siswa/mahasiswa ada 6 hal:

1. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar.

2. Menjelaskan secara kongkrit kepada anak didik apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.

3. Memberi gambaran terhadap prestasi yang dicapai anak didik sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik.

4. Membentuk kebiasaan belajar yang baik,

5. Membantu kesulitan belajar secara individu/kelompok.

6. Menggunakan metode yang bervariasi.

Kaitan dengan menggairahkan situasi proses belajar mengajar guru/dosen mendesain pembelajaran dengan istilah "achievement motivation" ialah daya penggerak dalam diri siswa/mahasiswa untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin demi penghargaan kepada diri sendiri (WS. Winkel, 1987) motivasi demikian ialah hasrat untuk berprestasi dengan baik menurut ukuran dirinya. Masalahnya sekarang adalah untuk membangkitkan achievement motivation guru sangat berperan, dengan eara memberi stimulus untuk memotivasi extrinsik, antara lain dengan menggunakan model ARCS yaitu : perhatian, relevansi, convidence, satisfaction.

A. PERHATIAN

Perhatian adalah bentuk pengarahan untuk dapat berkonsultasi/ pemusatan tenaga dan energi psikis dalam menghadapi suatu objek, dalam hal im peristwa proses mengajar, belajar di kelas,

Perhatian dapat berarti sama dengan konsentrasi, dapat pula menunjuk pada minat 'momentain' yaitu perasaan tertarik pada suatu masalah yang sedang dipelajari (WS. Winkel, 100).

Konsentrasi/perasaan siswa dan minat diaam belajar, siswa yang perasaannya senang akan membantu dalam konsentrasi belajamya dan sebaliknya siswa dalam kondisi tidak senaag maka kurang bermmat dalam belajamya dan mengalami kesulitan imtuk berkonsentrasi terhadap pelajaran yang sedang berlangsung.

Gangguan itn pada dasarnya bersnmbfir pada salah satii dari dua alasan yang tak berkaitan belajar yaitu pembuyaran konsentrasi yang timbul dari din siswa (intrinsik) ataii dari luar (extrinsik).

Perhatian diharap dapat menimbulkan minat yaitu kecendeningan subjek yang menetap untuk merasa tertarik pada pelajaran/pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu dan melahirkan "stemming aktual" yang baru dan dapat berperan positif dalam proses belajar mengajar selanjutnya. Stemming aktual yang berada pada daerah "berperasaan senang" harus dipertahankan dan guru dituntut untuk berupaya antara lain : membina hubungan dengan siswa, menyajikan pelajaran yang sesuai dengan daya tangkap siswa, menggunakan media pengajaran yang sesuai, bervariasi dalam prosedur mengajar (WS. Winkel, 106). Sedang menurut Suciati, 55) dapat dirangsang atau dipancing melalui elemen-elemen yang baru, aneh dan dengan yang sudah ada kontradiktif dan stimulus tidak digunakan secara berlebihan agar tidak membosankan.

Strategi untuk merangsang minat dan perhatian siswa/mahasiswa :

1. Gunakan metode penyampaian perkuliahan yang bervariasi (kul^s, diskusi kelompok, bermain peran, simulasi, curah pendapat, demontrasi, studi kasus).

2. Gunakan media (transparasi, film, video tape) untuk melengkapi penyampaian perkuliahan,

3. Bila dirasa tepat gunakan humor dalam presentasi perkuliahan.

4. Gunakan peristiwa nyata, anekdot dan contoh-contoh untuk memperjelas konsep yang digunakan.

5. Gunakan teknik bertanya untuk melibatkan mahasiswa (Suciati, 56).

Menyangkut pembangkitan perhatian seperti halnya di atas khusus pembelajaran dewasa atau yang telah menginjak dewasa (Andragogie), DA. Kolb menyatakan ada empat tahapan dalam belajar, yaitu sebagai berikut:

1. Pengalaman kongkrit, yaitu terlibat langsung dalam suatu pen^tlaroan bani.

2. Observasi reflektif; yaitu melakukan observasi terhadap orang lain dalam melakukan eksperimen.

3. Konseptualisasi abstrak, yaitu menciptakan suatu konsep/teori untuk menjelaskan observasi.

4. Eksperimen aktif, yaitu menggunakan teori-teori imtuk memecahkan dan membuat keputusan.

Keempat tahap di sebut "learning cycle" siklus belajar dan lebih lanjut dia berkomentar bahwa bukan berarti bahwa seseorang dalam belajar harus melalui keempat tahapan tersebut, tetapi lebih menyerupai pintu yang dapat dimasuki oleh seseorang ketika belajar.

B. RELEVANCE

Seperti halnya proses belajar umumnya jika seseorang tidak memiliki motivasi yang kuat dalam belajar, maka mustahil mereka akan mampu mem-pel aj a" dengan baik. Tugas fasilitator yakni membangkitkan dan menciptakan cara-cara kreatif untuk memotivasis partisipan (Mausour Fakih, 2000: 57) sehingga keinginan tersebut menjadi seperangkat kebutuban yang menjadi landasan kyat untuk bertindak; tepri kebutuhan menurut Maslows ada tujuh dari kebutuhan yang bersifat biologis sampai kepada non biologis diantaranya harga diri, ingin beraktualisasi diri. Ingin di terima dan menerima pihak lain dan seterusnya, hal tersebut menunjukkan adanya keinginan seseorang pada urniimnya untuk berprestasi, Tngin menguasai orang lain namun juga, sportif bisa dikuasai orang lain . menerima kekalahan dalam bersaing.

Kebutuhan pribadi (basic need) di kelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu motif pribadi, motif instrumental, motif actual. Yang pertama nilai motif pnbadi (personal motive, value) menurut Me Chelland mencakup tiga hal yaitu;

a. Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement)

b. Kebutuhan untuk memiliki kuasa (used for power)

C. Kebutuhan untuk berafilisai (need for affiliation)

Yang kedua adalah nilai yang bersifat instrumental, dimana keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas dianggap sebagai langkah untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut.

Ketiga nilai kultural apabila tujuan yang ingin dicapaid konsisten atau sesuai dengan nilai yang di pegang. Oleh kelompok yang di acu oleh mahasiswa, seperti orang tua, teman dan sebagainya, (Suciati dkk, 200 ; 56 — 57), Siswa yang berhasrat berprestasi baik seperti tenadi bila ada mempunyai"Achievement motivation", beraspirasi positif dan memiliki taraf aspirasi yang bersifat realistik- Siswa yang mempunyaii taraf aspirasis yang tidak realistik sukar dapat dikatakan berhasrat berprestasi balk dan sekaligus menuntut tanggung jawab dm sendiri karena siswa itu cenderuag menentukan target yang sebenarnya terlalu tinggi baginya atau terlalu rendah (Ws Wuikel 1987 : 97).

Siswa. yang berhasrat tinggi untuk berprestasi baik, tetap menghadapi kemungkinan usahanya gagal. Qleh karena itu tetap disertai dprongan untuk mungkin dari kegagalan.

Menurut Hj M. Hermans, siswa yang memihki rasa tenggung jawab besar dan berhasrat herprestasi baik, menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:

a, Kecendemngan inengenakan tugas-tiigas helajar yang menantang namun tidak berada di atas taraf kemampuan.

b. Keinginan untuk bekerja dan bep-isaha sendiri, serta menemukan penyelesaian masalah tersendiri.

c. Keinginan kuat untiik maju dan mencari taraf keberhasilan yang sedikit di atas taraf yang telah tercapai sebelumnya,

d. Orientasi pada masa depan; kegiatan belajar di pandang sebagai jalan menuju ke reahsasi cita-cita.

e. Pemilikan teman kena atas dasar kemampuan teman itu untuk menyelesaikan tugas belajar bersama, bukan atas dasar simpati atau perasaan senang terbadap teman itu,

f. Keuletan dalam belajar biarpun menghadapi rintangan (WS. Winkel 1987:97-98).

Maka tanpa membedakan antara usaha mengembangkan motivasiife, ekstrinsik dan motivasi intrinsik di sarankan kepada guru / dosen untuk berusaha, dengan strategi untuk menunjukkan relevansi perkuliahan:

1. Sampai kan kepada mahasiswa" apa yang' akan dapat mereka lakukan setelah mempelajari materi perkuliahan. Ini berarti dosen harus menjelaskan tujuan instruksional.

2. Jelaskan manfaat pengetahuan atau ketrampilan yang akan dipelajari dan bagaimana hal tersebirt dapat di terapkan dalam pekerjaan nanti atau bertanyalah kepada mahasiswa bagaimana materi perkuliahan akan membantu mereka untuk melaksanakan tugas dengan lebih baik di kemudian hari.

3. Berikan contoh latihan / test yang langsung berhubungan dengan kondisi mahasiswa / profesi tertentu. (Suciati, 2001 : 5). IJntuk tingkat sekolah menengah bisa jadi menggunakan penelitian dari HJM Herman yang dikemas dalam buku WS Winkel atau untuk menunjang ke arah relevansi belajar sekaligus membangun motivasi exstrensik dan motivasi intrinsik:

a, Menjelaskan kepada siswa, mengapa suatii bidang studi di masukkan dalam kurikulum sekolah dan apa kegunaan untuk kehidupan kelak.

b. Mengingatkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa di luar lingkungan sejauh hal itu mungkin.

c. Menunjukkan antusiasnya dalam mengajarkan bidang studi yang dipegang dan menggunakan prosedur mengajaryang seguaj,

d. Mendorong siswa untuk memandang belajar di sekolah sebagai suatu tugas yang tidak harus serba menekan sehingga siswa mempunyai intensi untuk belajar dan menyelesaikan tugasnya dengan sebaik mungkin

e, Menciptakan jkljm dan suasana dalam kelag yang sesuajg dengan kebutuhan siswa untuk munskin dari kesasalan kelak baai siswa yang cenderung takut gaga] sehingga siswa ada yang perlu dituntun dan di dampingi.

f. Memberitahukan hasil ulangan dalam waktu sesingkat murigkin dan mengembalikan tugas pekerjaan rumah yang telah di koreksi.

g. Berpartisipasi dalam kegiatan ekstra kurikuler demi meningkatkan hubungan kemanusiaan dengan siswa.

h. MenggunaJkan bentuk-bentuk kompetensi antara siswa dengansiswa / kelompok-kelompok siswa dengna menjaga jangan sampai kompetensis menjadi alasan untuk saling bermusuhan.

i. Menggunakan insentif seperti pujian dan hadiah berupa materi secara wajar dan tidak berlebihan- Demikian pula bukuman dan celaan patut di berikan bila ada alasan cukup kuat. (WS. Winkel, 1987 : 100).

C. PERCAYA DIRI

Frejnan (dalam Mansour Fatah 2000 XJV) demi membangkrtkan kesadaran kritis dalam proses memanusiakan manusia kembali. Sedans proses pembelajaran yang selama ini lebih banyak di kuasai guru (Teacher's centered) dan lebih memproduk penghafal kata-kata bukan pada kemampuan bagaimana belajar dan akhimya setelah siswa tamat tidak bisa berbuat apa-apa dan tjdak ada kemamnuan "problem saving" df tengah masyarakat yang prural heterogen dan rnuiti masalah.

Menyongsong abad 21, ada 10 trend reformasi pendidika" yang terjadi di ASIA (UNESCO Principal Regional Office for Asia and Pasifik 1992) trend pertama adalah pendidikan bagi semua, peserta didik heterogen dalam minat dan kemampuan, belajar adalah proses seumur bidup, belajar adalah proses seumur hidup kurikulum harus memenuhi minat akademik maupun profesioanl Kedua, relevansi kurikulum individu-masyarakat. Kebutuhan masyarakat, padahal apa yang disajikan di sekolah rnerupakan persiapan peserta didik hidup di masyarakat Ketiga pengembangan sikap nilai yang layak, sekolah harus memasukkan pengembangan nilai yang di terima dalam masyarakat multicultural dan penanganan konflik. Keempat pengembangan proses belajar yaitu pergeseran dari belajar mengingat fakta menjadi kemampuan bagaimana belajar dan berfikir konvergen menjadi divergen!,

Kelima, kepedulian terhadap individu secara total artinya tidak menyamaratakan percepatan pertumbuhan dan kemampuan peserta didik. Keenam: optimilisasi potensi individu tanpa melihat status. Ketujuh belajar mengajar berpusat pada peserta didik materi kurikulum bergeser dari terpusat pada maten (subject based) menjadi terpusat, pada peserta didik (leaner centered). Kedelapan belajar tuntas. Trend ini menuntut desain kurikulum yang menekankan kriteria kompetensi dalam penilaian melayani bahwa peserta didik secara exsplisit menguasai ketrampilan dan pengetahuan tertentu kesempatan.' evaluasis prestasi seeara holistic. Kesembilan : pengelolaan perubaban, Perubahan sosial terjadi secara cepat dan seringg/tidak di duga (Sumardi 2003 : 5-6). Peserta didik harus dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan agar dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Dari sembilan trend reformasi pendidikan yang teriadi di Asia dan khususnya di Indonesia sangat cocok, mengingat tradisi proses belajar di lapangan, antara lain anak kurang mampu menerapkan ilmu yang diperoleh, tidak biasa menemukan sendiri pengetahuan sehingga kurang bermakna; maka pada akhirnya penampilan hidup dalma kehidupan masyarakat yang multi cultural, multi kompiek pennasalahan mereka tidak berkemampuan dan tidak percaya diri dan menganggur. Maka periu adanya pendekatan proses yang membutuhkan kepercayaan din,

Strategi yang dapat digunakan untuk menmgkatkan kepercayaan;

1. Meningkatkan harapan mahasiswa untuk berhasil dengan memperbanyak pengalaman berhasil mahasiswa, misal dengan menyusun perkuliahan agar dengan mudah difahami, di urutkan dari materi yang mudah ke sukar. Dengan demikian mahasiswa merasas mengalami keberhasuan sejak awal kuliah,

2- Susunlah perkuliahan ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, sehingga mahasiswa tidak di tuntuk untuk mempelajari terlalu banyak konsep baru sekaligus.

3. Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan roenyatakan persyaratan untuk berhasil, Hal ini dapat dilakukan dengan menyampaikan tujuan perkuliahan dan kriteriates pada awal perkuliahan. Hal ini akan membantu mahasiswa mempunyai gambaran yang jelas mengenaisd apa yang diharapkan.

4. Meningkatkan harapan untiik berhasil dengan menggimakan strategi yang memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan mahasiswa sendiri,

5. Tumbuh kembangkan kepercayaan diri mahasiswa dengan mengatakan: nampak anda telah memahami konsep ini dengan baik serta menyebut kelemahan mahasiswa sebagai hal-hal yang masih perlu dikembangkan.

6. Berilah umpan balik yang konstruktif selama perkuliahan agar mahasiswa mengetahui pemahaman dan prestasi belajar mereka sejauh ini,

D. KEPUASAN SISWA

Adalah perasaan gembira, perasaan ini dapat positif yaitu timbul kalau orang mendapatkan penghargaan terhadap dirinya. Perasaan ini dapat meningkat kepada perasaan harga diri kelak (Butio Walgito, 1981 ; 140), membangkitkan semangat belajar diantaranya dengan:

a, Mengucapkan "baik, "bagus" dan seterusnya bila siswa menjawab /mengajukan pertanyaan.

b. Menunjukkan sikap no" verbal positif pada saat menanggapi pertanyaan /jawaban siswa misal acung jempol, angguk kepala.

c. Memuji dan memberi dorongan, dengan senyuman, anggukan dan pandangan yang simnatik atas partisipasi siswa,

d. Memberi tuntunan pada siswa agar dapat memberi jawaban yang benar.

e. Memberi pengarahan sederhana agar siswa memberi jawaban yang benar (Sundari, dkk 1989 : 19). Di atas adalah sebagian kompetensi yang berujut ketrampilan mengajar untuk sewajarnya di kuasai dan di praktekkan dalam kegiatan belajar mengajar.

Rasa puas / kepuasan atas basil tertentu akan memberi daya dorong untuk berbuat kepada tingkat yang lebih tinggi dan berat (Mas Low).

Bentuk-bentuk kesuksesan yang dapat menghasilkan kepuasan antara lain: pekerjaan sukses, belajar berhasil, permainan menyenangkan, penyele;saian masslah, Hal itu terkait dengan proses pembelajaran bisa berujut belajar aktif.

Melsiberman dalam (active learning 2001 : 1 - 2) telah memodifikasi dan memperluas pernyataan confucius tersebut menjadi apa yang ia sebut paham belajar aktif. Apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya dengar dan libat saya ingat sedikit, apa yang saya dengar libat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain saya inulai paham; apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, apa yang saya ajarkan pada orang lain saya kuasai Dari pernyataan Kongnictif tersebut menggambarkan. menjadi kuat dengan dua sistem penyampaian itu (ibid ; 3),

Menurut John Holf (1967) belajar semakin baik jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri,

2. Memberikan contoh-contoh

3. Mengenalkan dalam berbagai suasana dan kondisi.

4. Melihat hubungan antara satu fakta atau gagasan dengan yang lain.

5. Menggiinakannya dengan berbagai cara-

6. Memperkirakan bberapa kpnsekuensinya

7. Mengungkapkan lawan atau kebalikannya. (ibid: 4). Pengajar harus memperhat'kan perubahan pada gaya belajar peserta didik, hasit penelitian menunjukkan bahwa kurang lebih 60% siswa mempunyai orientasi belajar praktis bukan teoritis dan prosentasinya menaik dan tahun ke tahun (ibid ; 6),

Penelitian Scbroeder menunrakkan bahwa para peserta didik sekolah lanjutan atas lebih suka belajar aktivitas yaitu aktivitas kongkrit bukan akti vitas yang berupa refleksi abstrak dengan perbandingan 5:1. Dari ini semua dia mengumpulkan bahwa model-roengajar dafel belajar aktif meneipt-akan gabungan yang paling bagus untuk peserta didik sekarang, Agar efektifpendidik hendaknya menggunakan hal-hal sebagai berikut:

1. Diskusi kelompok kecil dan proyek (penelitian).

2. Presentasi kelas dan berdebat

3. Latihan pengalaman, pengalaman lapangan

4. Simulasi dan studi kasus

Dari penelitian dan tulisan dr. Simdari, Melsikherman, John Holt, Schroeder menggambarkan sebuah aktivitas siswa yang sekaligus bisa dijadikan level kemampuan dan hasil belajar yang dapat menjadi feed back kegiatan belajar juga pemerataan keberhasilan dalam berbagai konteks, Feed back ketika siswa telah selesai mempelajari suatu objek atau pelajaran mereka di minta untuk menunjukkan kemampuan nya melalui kegiatan, dan pemerataan siswa yaitu melalut penekanan (reinforcement) berupa pujian, pemberian kesempatan (Marey P. Driscall) sekaligus melatih mental /keberanian. Menyampaikan kerangka fikir secaia runtut, kecakapan berbicara, sosialisasis, menggalang solidaritas kelompok dan daya kompetensi terkondisi.

Bila kemampuan-kemampuan praktis yang didasarkan pada pemahaman terlebih dahulu tadi bisa diselesaikan dengan shering dan menambah percaya diri.

Seperti halnya yang dinunuskan oleh Kolb yang mengembangkan empat fase siklus belajar sebagai berikut:

1, Convegers ; mahasiswa yang mengandalkan konseptualisasi abstrak dan experiment aktif; mereka senang menemukan jawaban kongkrit dan bergerak dengan cepat untuk menemukan pemecahan masalah rnereka membuat keputusan, tidak emosional senang bekerja dengan ide-ide.

2- Divergers ; mahasiswa menggunakan pengalaman kongkrit dan pengalaman reflektif untuk memunculkan gagasan-gagasan mereka bagus dalam "branstorming dan membuat altematif dan senang berinteraksi dengan orang lain".

3. Assimiliators : mahasiswa senang mengasimilasikan berbagai informasi dan menyusun kembali berbagai informasi dan menyusun kembali dengan logika yang tepat, bagus membuat perencanaan, mengembangkan tepri, model.

4. Accomodator : mahasiswa bereksperimen aktif dengan strategi "'trial dan error" pandai menyesuaikan diri dengan situasi barn (Hisyam dkk, hal. 125) model Riechmann & Grasha ada enam kategori (Hisyam Zaini dkk 2002 ; 127),

1. Kompetensi: mahasiswa kompetensis untuk meraih penghargaan di kelas.

2. Kolahorasi : mahasiswa senang berbagai ide dan bekerja sama,

3. Menghindar: mahasiswas tidak tertarik dalam pembelajaran atau partisipasi.

4. Partisipasi : mahasiswa mengambil tanggung jawab yang banyak di luar aktivitas belajar di dalam kelas-

5. Dependen

6. Mau diri.

Demikian model pengajaran Keller (1983) yang telah dibahas dalam empat kondisi motivasi yang harus di miliki siswa yang di singkat ARCS.

Daftar Pustaka

Bimo Walgito .Psikologi Urnum, 1981, FPSI, UGM Yogyakarta.

Mansour Fakih, dkk, Pendidikan Populer membangun kesadaran kritis, 2001, Pustaka Pelajar, Yogya.

Manrey P. Driscall. Psychology of Learning for instructional Publishing, 1993, Boston.

Melsiberman, Active learning (terjemahan) 2001, Yappendis, Yogya.

Hisyam Zaim dkk, Desain Pembelaiaran di PT. 2002, CTSD IAIN, Yogya.

Imam Barnadib,. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode, FIP, IKJP Yogya,

Sumardi, Pendidikan Progresif: Paradiguana untuk mengejar ketertinggalan kwalitas di Indonesia, 2003; UNS Press, SKA.

WS Winket Psikologi Pengajaran, 1987, Gramedia Jakarta.

S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar, 2000 Bumi Aksara, Jakarta.

Suciati dkk, Teori Belajar dan motivasi, 2001, Proyek pengembangan UT Ditjen, PT. Dep. Pendidikan Nasional.

Syaiful Bahri Djamari. Strategi belajar mengajar, 2002, Rineka Cipta, Jakarta.

Rabu, 21 November 2007

RSS, teknologi pembuat berita

ini beberapa pesan singkat dari computer desktop encyclopedia :

(Really Simple Syndication) A syndication format that was developed by Netscape in 1999 and became very popular for aggregating updates to blogs and the news sites. RSS has also stood for "Rich Site Summary" and "RDF Site Summary." See syndication format for details on the RSS syndication process. See blog and podcast.

RSS 1.0 and RSS 2.0

There are two lineages of RSS. RSS 1.0 conforms to the W3C's RDF specification and was released from the RSS-DEV Working Group in 2000 (see RDF). RSS 2.0, which evolved from Netscape's Versions 0.90 and 0.91, was released by Harvard Law School in 2003.

In 1999, Radio Userland's Dave Winer took over RSS 0.91, later upgrading it to Versions 0.92 and 0.94 and turning it over to Harvard in 2003 as RSS 2.0. Most news viewers support both formats.


ini dari answers.com :

RSS is a family of web feed formats used to publish frequently updated content such as blog entries, news headlines or podcasts. An RSS document, which is called a "feed," "web feed," or "channel," contains either a summary of content from an associated web site or the full text. RSS makes it possible for people to keep up with their favorite web sites in an automated manner that's easier than checking them manually.

RSS content can be read using software called a "feed reader" or an "aggregator." The user subscribes to a feed by entering the feed's link into the reader or by clicking an RSS icon in a browser that initiates the subscription process. The reader checks the user's subscribed feeds regularly for new content, downloading any updates that it finds.

The initials "RSS" are used to refer to the following formats:

  • Really Simple Syndication (RSS 2.0)
  • RDF Site Summary (RSS 1.0 and RSS 0.90)
  • Rich Site Summary (RSS 0.91)

RSS formats are specified using XML, a generic specification for the creation of data formats.

History

Before RSS, several similar formats already existed for syndication, but none achieved widespread popularity or are still in common use today, as most were envisioned to work only with a single service. The basic idea of re-structuring metadata information about web sites has been traced back at least as far as 1995, and the work of Ramanathan V. Guha and others at Apple Computer's (now, Apple Inc.) Advanced Technology Group developing the Meta Content Framework (MCF).[2] Other early work on XML syndication formats, including RDF, took place at Netscape, Userland Software, and Microsoft. For a more detailed discussion of these early developments, see History of web syndication technology.

RDF Site Summary, the first version of RSS, was created by Ramanathan V. Guha of Netscape in March 1999 for use on the My Netscape portal. This version became known as RSS 0.9.[3][verification needed] In July 1999, responding to comments and suggestions, Dan Libby produced a prototype tentatively named RSS 0.91[4] (RSS standing for Rich Site Summary), that simplified the format and incorporated parts of Dave Winer's Scripting News format. [5] This they considered an interim measure, with Libby suggesting an RSS 1.0-like format through the so-called Futures Document.[6]

In April 2001, in the midst of AOL's acquisition and subsequent restructuring of Netscape properties, a re-design of the My Netscape portal removed RSS/XML support. The RSS 0.91 DTD was removed during this re-design, but in response to feedback, Dan Libby was able to restore the DTD, but not the RSS validator previously in place. In response to comments within the RSS community at the time, Lars Marius Garshol, to whom (co?)authorship of the original 0.9 DTD is sometimes attributed, commented, "What I don't understand is all this fuss over Netscape removing the DTD. A well-designed RSS tool, whether it validates or not, would not use the DTD at Netscape's site in any case. There are several mechanisms which can be used to control the dereferencing of references from XML documents to their DTDs. These should be used. If not the result will be as described in the article." [7]

Effectively, this left the format without an owner, just as it was becoming widely used.

A working group and mailing list, RSS-DEV, was set up by various users and XML notables to continue its development. At the same time, Winer unilaterally posted a modified version of the RSS 0.91 specification to the Userland website, since it was already in use in their products. He claimed the RSS 0.91 specification was the property of his company, UserLand Software.[8] Since neither side had any official claim on the name or the format, arguments raged whenever either side claimed RSS as its own, creating what became known as the RSS fork.

The RSS-DEV group went on to produce RSS 1.0 in December 2000.[9] Like RSS 0.9 (but not 0.91) this was based on the RDF specifications, but was more modular, with many of the terms coming from standard metadata vocabularies such as Dublin Core.

Nineteen days later, Winer released by himself RSS 0.92,[10] a minor and supposedly compatible set of changes to RSS 0.91 based on the same proposal. In April 2001, he published a draft of RSS 0.93 which was almost identical to 0.92.[11] A draft RSS 0.94 surfaced in August, reverting the changes made in 0.93, and adding a type attribute to the description element.

In September 2002, Winer released a final successor to RSS 0.92, known as RSS 2.0 and emphasizing "Really Simple Syndication" as the meaning of the three-letter abbreviation. The RSS 2.0 spec removed the type attribute added in RSS 0.94 and allowed people to add extension elements using XML namespaces. Several versions of RSS 2.0 were released, but the version number of the document model was not changed.

In November 2002, The New York Times began offering its readers the ability to subscribe to RSS news feeds related to various topics. In January, 2003, Winer called the New York Times' adoption of RSS the "tipping point" in driving the RSS format's becoming a de facto standard.

In July 2003, Winer and Userland Software assigned ownership of the RSS 2.0 specification to his then workplace, Harvard's Berkman Center for the Internet & Society.[12]

In January 2005, Sean B. Palmer, Christopher Schmidt, and Cody Woodard produced a preliminary draft of RSS 1.1.[13] It was intended as a bugfix for 1.0, removing little-used features, simplifying the syntax and improving the specification based on the more recent RDF specifications. As of July 2005, RSS 1.1 had amounted to little more than an academic exercise.

In April 2005, Apple Computer released Safari 2.0 with RSS Feed capabilities built in. Safari delivered the ability to read RSS feeds, and bookmark them, with built-in search features. Safari's RSS button is a blue rounded rectangle with RSS written inside in white, Safari's RSS icon/button. The favicon displayed defaults to a newspaper icon Safari's feed favicon..

In November 2005, Microsoft proposed its Simple Sharing Extensions to RSS.[14]

In December 2005, the Microsoft IE team and Outlook team announced in their blogs that they will be adopting the feed icon first used in the Mozilla Firefox browser Feed-icon.svg, effectively making the orange square with white radio waves the industry standard for both RSS and related formats such as Atom. Also in February 2006, Opera Software announced they too would add the orange square in their Opera 9 release.

In January 2006, Rogers Cadenhead relaunched the RSS Advisory Board to move the RSS format forward.

In January 2007, as part of a revitalization of Netscape by AOL, the FQDN for my.netscape.com was redirected to a holding page in preparation for an impending relaunch, and as a result some news feeders using RSS 0.91 stopped working. The DTD has again been restored.

Incompatibilities

As noted above, there are several different versions of RSS, falling into two major branches (RDF and 2.*). The RDF, or RSS 1.* branch includes the following versions:

  • RSS 0.90 was the original Netscape RSS version. This RSS was called RDF Site Summary, but was based on an early working draft of the RDF standard, and was not compatible with the final RDF Recommendation.
  • RSS 1.0 is an open format by the RSS-DEV Working Group, again standing for RDF Site Summary. RSS 1.0 is an RDF format like RSS 0.90, but not fully compatible with it, since 1.0 is based on the final RDF 1.0 Recommendation.
  • RSS 1.1 is also an open format and is intended to update and replace RSS 1.0. The specification is an independent draft not supported or endorsed in any way by the RSS-Dev Working Group or any other organization.

The RSS 2.* branch (initially UserLand, now Harvard) includes the following versions:

  • RSS 0.91 is the simplified RSS version released by Netscape, and also the version number of the simplified version championed by Dave Winer from Userland Software. The Netscape version was now called Rich Site Summary, this was no longer an RDF format, but was relatively easy to use. It remains the most common RSS variant.
  • RSS 0.92 through 0.94 are expansions of the RSS 0.91 format, which are mostly compatible with each other and with Winer's version of RSS 0.91, but are not compatible with RSS 0.90. In all Userland RSS 0.9x specifications, RSS was no longer an acronym.
  • RSS 2.0.1 has the internal version number 2.0. RSS 2.0.1 was proclaimed to be "frozen", but still updated shortly after release without changing the version number. RSS now stood for Really Simple Syndication. The major change in this version is an explicit extension mechanism using XML Namespaces.

For the most part, later versions in each branch are backward-compatible with earlier versions (aside from non-conformant RDF syntax in 0.90), and both versions include properly documented extension mechanisms using XML Namespaces, either directly (in the 2.* branch) or through RDF (in the 1.* branch). Most syndication software supports both branches. Mark Pilgrim's article "The Myth of RSS Compatibility" discusses RSS version compatibility in more detail.

The extension mechanisms make it possible for each branch to track innovations in the other. For example, the RSS 2.* branch was the first to support enclosures, making it the current leading choice for podcasting, and as of mid-2005 is the format supported for that use by iTunes and other podcasting software; however, an enclosure extension is now available for the RSS 1.* branch, mod_enclosure [1]. Likewise, the RSS 2.* core specification does not support providing full-text in addition to a synopsis, but the RSS 1.* markup can be (and often is) used as an extension. There are also several common outside extension packages available, including a new proposal from Microsoft for use in Internet Explorer 7.

The most serious compatibility problem is with HTML markup. Userland's RSS reader—generally considered as the reference implementation—did not originally filter out HTML markup from feeds. As a result, publishers began placing HTML markup into the titles and descriptions of items in their RSS feeds. This behavior has become widely expected of readers, to the point of becoming a de facto standard, though there is still some inconsistency in how software handles this markup, particularly in titles. The RSS 2.0 specification was later updated to include examples of entity-encoded HTML, however all prior plain text usages remain valid.

Atom


Main article: Atom (standard)

In reaction to recognized issues with RSS (and because RSS 2.0 is frozen), a third group began a new syndication specification, Atom, in June 2003. Their work was later adopted by the Internet Engineering Task Force (IETF) leading to the publication of a specification (RFC 4287) for the Atom Format in 2005. Work on the Atom Publishing Protocol, a standards-based protocol for posting to publishing tools is ongoing.

The relative benefits of Atom in comparison to the two RSS branches are a matter of debate within the Web-syndication community. Supporters of Atom claim that it improves on RSS by relying on standard XML features, by specifying a payload container that can handle many different kinds of content unambiguously, and by having a specification maintained by a recognized standards organization. Critics claim that Atom unnecessarily introduces a third branch of syndication specifications, further confusing the marketplace.

Atom aims to define both a syntax and a protocol for updating user blogs and thus goes beyond the simple remit of RSS. While this is appealing to many users, particularly those in the blogging community, it has been met with resistance in the professional community (mainly publishers) due to its lack of extensibility.[15]

For a comparison of Atom 1.0 to RSS 2.0 see Atom Compared to RSS 2.0.

Modules

The primary objective of all RSS modules is to extend the basic XML schema established for more robust syndication of content. This inherently allows for more diverse, yet standardized, transactions without modifying the core RSS specification.

To accomplish this extension, a tightly controlled vocabulary (in the RSS world, "module"; in the XML world, "schema") is declared through an XML namespace to give names to concepts and relationships between those concepts.

Some RSS 2.0 modules with established namespaces:

References

  1. ^ http://www.rssboard.org/rss-mime-type-application.txt
  2. ^ Lash, Alex (1997-10-03). W3C takes first step toward RDF spec. Retrieved on 2007-02-16.
  3. ^ My Netscape Network: Quick Start. Netscape Communications. Archived from the original on 2000-12-08. Retrieved on 2006-10-31.
  4. ^ Libby, Dan (1999-07-10). RSS 0.91 Spec, revision 3. Netscape Communications. Retrieved on 2007-02-14.
  5. ^ Winer, Dave. RSS History.
  6. ^ MNN Future Directions. Netscape Communications. Archived from the original on 2000-12-04. Retrieved on 2006-10-31.
  7. ^ Andrew King (2003-04-13). The Evolution of RSS. Retrieved on 2007-01-17.
  8. ^ Winer, Dave (2000-06-04). RSS 0.91: Copyright and Disclaimer. UserLand Software. Retrieved on 2006-10-31.
  9. ^ RSS-DEV Working Group (2000-12-09). RDF Site Summary (RSS) 1.0. Retrieved on 2006-10-31.
  10. ^ Winer, Dave (2000-12-25). RSS 0.92 Specification. UserLand Software. Retrieved on 2006-10-31.
  11. ^ Winer, Dave (2001-04-20). RSS 0.93 Specification. UserLand Software. Retrieved on 2006-10-31.
  12. ^ RSS 2.0 Specification moves to Berkman. Berkman Center for the Internet & Society (2003-07-15). Retrieved on 2006-10-31.
  13. ^ Palmer, Sean B. and Christopher Schmidt (2005-01-23). RSS 1.1: RDF Site Summary. Retrieved on 2006-10-31.
  14. ^ Simple Sharing Extensions for RSS and OPML. Microsoft (2006-01-12). Retrieved on 2006-10-31.
  15. ^ T. Hammond, T. Hannay, and B. Lund, "The Role of RSS in Science Publishing," D-Lib Magazine, vol. 10, pp. 1082-9873, 2004. Retrieved on 2007-05-01.
  16. ^ Ecommerce RSS Module. Discovery Communications Inc. (2006-10-31). Retrieved on 2006-10-31.
  17. ^ Media RSS Module. Yahoo (2006-10-31). Retrieved on 2006-10-31.
  18. ^ OpenSearch RSS Module. A9.com (2006-10-31). Retrieved on 2006-10-31.